Sukses tak Buat Emirsyah Lupa Ranah Minang
Garuda Indonesia terus bersinar. Ini tentu tak lepas dari ”tukang” yang memoles BUMN tersebut. ”Tukang” hebat itu bernama Emirsyah Satar. Ia adalah urang awak, yang sejak 2005 menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia. Emirsyah Satar bicara banyak tentang apa yang dilakukannya mengubah wajah Garuda, di depan para pemimpin redaksi (165) media Grup Jawa Pos (GJP), pekan lalu. Diskusi dipandu Rida K Liamsi, Dirut JPNN yang juga Chairman Riau Pos Group (RPG).
Saat berbicara di depan para pemimpin redaksi, Emirsyah Satar yang tahun ini berusia 52 tahun, tampak santai. Ia mengenakan batik berwarna krem, dan tentu saja terlihat gagah. Walau begitu, kesannya Emirsyah tetap sederhana.
Apa prestasi Assistant of Vice President of Corporate Banking Group Citibank, dalam memimpin Garuda yang banyak mendapat apresiasi itu?
Yang terang, di tangan Emirsyah Satar, tahun lalu Garuda mencatat laba Rp1 trilian lebih, dan menargetkan laba bersih Rp3,75 triliun pada 2014 mendatang. Padahal waktu dia masuk tahun 2005 Garuda tengah merugi Rp 688,56 miliar. Utang Garuda juga menumpuk. Di awal-awal memimpin, tahun 2006 Garuda berhasil menekan kerugian menjadi Rp 197,07 miliar. Tahun 2007 Garuda langsung berlaba Rp 60,18 miliar, dan tahun 2008, laba naik 11 kali lipat, yakni Rp 669,47 miliar. Pada 2009 dan 2010, Garuda meraup untung hingga Rp1 triliun lebih.
Di antara apresiasi yang diterima Emirsyah Satar, adalah ”Best of the Best CEO” tahun 2009. Tahun lalu, mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk, ini dinobatkan sebagai ”Person of The Year 2010” versi majalah Orient Aviation (majalah resmi Asosiasi Maskapai Penerbangan Asia Pasific (AAPA).
Selain itu, Garuda sendiri meraih penghargaan dari sejumlah asosiasi penerbangan internasional di antaranya Lembaga Pemeringkat Penerbangan Dunia, Skytrax sebagai “The Most Improved Airlines in The World” pada 2010.Apa yang dilakukan anak diplomat ini terhadap Garuda?
Emirsyah menyebutkan, hal pertama yang dikerjakannya adalah mereposisi perusahaan penerbangan kebanggaan Indonesia tersebut. Garuda mematok segmentasi kelas atas sebagai market, dan memutuskan tidak perlu ikut-ikutan banting harga seperti maskapai lain. “Di tahun pertama kami namakan masa survival. Saya seringkali katakan, kita tidak tutup saja sudah bagus,” Emirsyah Satar mengenang.
Tahun berikutnya, 2006, Emirsyah melakukan konsolidasi. Waktu itu, antarbagian kehilangan kepercayaan. Semua bekerja sendiri-sendiri, sehingga harus dilakukan cek berulang-ulang. ”Ini membuang waktu dan tidak efisien. Kami lalu menetapkan sebuah motto ‘One Tim, One Spirit, One Goal’. Di semua kantor-kantor Garuda pasti terpampang motto itu. Semua adalah satu kesatuan,” ungkap Emirsyah. Perubahan internal ini, lalu dibakukan dengan nilai-nilai perusahaan yang disingkat ”FLY HI”, yakni efficient & efffective, loyalty, customer centricity, honesty & openness, dan integrity.
Sementara itu, dalam hal operasional, jumlah pesawat Garuda dinilai terlalu banyak, dan sebagian rute merugi. Sebanyak 10 pesawat Garuda dikembalikan, dan sejumlah rute yang tidak potensial ditutup. ”Hasilnya ternyata kondisi perusahaan membaik,” ujar alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tersebut.
Pada 2008-2009, Garuda memasuki fase berikutnya, yakni perbaikan produk dan service. Garuda meluncurkan ”Garuda Experience”, yakni pelayanan prima yang bercita rasa Indonesia, seperti sering diiklankan di televisi. ”Kita di antaranya punya keramahan, keindahan alam, budaya yang beragam, dan kuliner yang khas. Ini adalah keunggulan kita. Ketika orang naik Garuda, ia akan merasakan semuanya. Ini tentu tak akan ada di pesawat lain,” tutur Emirsyah.
Dengan ”Garuda Experience”, Emirsyah makin optimistis. Tahun 2010 Skytrax mengganjar Garuda dengan bintang empat itu. Tahun 2013, Emir menargetkan Garuda menjadi perusahaan aviasi bintang 5. ”Peluang untuk jadi bintang lima semakin terbuka. Kita punya banyak keunggulan, selain ‘Garuda Experience, Garuda punya market domestik yang besar,” katanya.
Kondisi itu berbeda dengan Singapore Airlines yang telah duluan dapat bintang lima. ”Mereka hanya mengandalkan penerbangan internasional. Kita punya modal lebih besar, dari mereka,” kata Emirsyah mantap. Kini Garuda telah memiliki 87 pesawat, dan akan terus bertambah seiring dengan penambahan rute internasional. Garuda menargetkan pada tahun depan usia pesawat Garuda hanya rata-rata 8,8 tahun. Saham Garuda juga telah masuk bursa saham (IPO).
Hal Kecil Menentukan
Walau langkah-langkah perbaikan yang dilakukan Emirsyah terlihat sistematis, namun bersamaan dengan itu semua, ternyata banyak hal kecil yang ikut menentukan. Emirsyah mencontohkan pernah beberapa kali, secara mendadak dan serentak, ia mengajak semua pimpinan Garuda di kantor pusat, dan daerah membersihkan toilet pesawat. ”Saya kontak semuanya. Ayo sekarang kita bersihkan toilet pesawat. Semua ikut. Dalam hal ini saya ingin menjelaskan bahwa pesawat itulah hidup mati perusahaan. Ternyata, perlahan-lahan semua memahami,” kata Emirsyah sembari tersenyum.
Ia juga selalu memperlihatkan indentitas, seperti KTP, atau SIM, kepada petugas konter, ketika terbang dengan Garuda. ”Pernah satu kali, ada staf yang mendampingi saya menegur petugas konter ketika meminta identitas saya. ‘Kamu tidak tahu ya siapa yang sedang kamu layani,’ kata dia. Tapi kita harus memberi contoh. Dan saya melakukannya,” tutur Emirsyah.
Begitu juga tentang pramugari yang sebagiannya dinilai sudah tak ”segar” lagi alias agak tua. Menurut Emirsyah, hal itu juga telah menjadi perhatian. Itu, kata dia, terjadi karena ada aturan ketenagakerjaan. “Tapi kami sudah bicarakan dengan menteri tentang usia tenaga kerja tersebut,” ujar Emirsyah. Kini, lanjut Emirsyah, pramugari Garuda malah ada yang direkrut dari Jepang dan China. Tapi itu hanya untuk rute ke negara tersebut. ”Agar penumpang yang dari negara itu lebih nyaman,” tandasanya. ”Hanya kadang-kadang, kalau ada yang bertanya soal itu (pramugari), saya jawab saja; karena penumpangnya senior kami kasih pula yang senior,” canda Emirsyah, lalu tertawa.
Ke depan, Emirsyah sepertinya memang masih layak untuk terus tersenyum. Ini tentu sejalan dengan trend performa Garuda yang terus menanjak naik. Ia tak saja telah menyelamatkan Garuda dan ribuan karyawannya. Tapi juga telah membuat bangga Indonesia. Bagi kita di Sumbar, tentu lebih bangga lagi. Sebab Emirsyah adalah ”asli” orang Minang. Ia memang lahir di Jakarta, tapi ayahnya berasal dari Sulit Air, Solok, dan ibunya berasal dari Bukittinggi (wikipedia). ”Ini urang kampuang saya. Nanti kita diskusi lagi di Padang,” kata Emirsyah ketika bersalaman dengan penulis. Ia ternyata tak pernah lupa bahasa ibunya, dan tentu saja Ranah Minang. (montosori)
Padang Ekspres • Kamis, 31/03/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar