Rabu, 04 Mei 2011

Usaha di Singapura, Tetap Urus Ekonomi Syariah

Romeo Rissal Panjialam setelah tak Pimpin BI Padang
 
Di Sumbar, mungkin tidak berlebihan bila menyebut Romeo Rissal Panjialam adalah tokoh kebangkitan ekonomi syariah (ES), dan bank syariah (BS). Selama 20 bulan (1 Agustus 2009-30 Mei 2011)
menjabat sebagai Pemimpin Bank Indonesia Padang--membawahkan Sumbar, Riau, Kepulauan Riau, Jambi--Romeo intens menyosialisasikan, dan ikut andil secara aktif menyebarluaskan ES dan BS. Tentu saja tanpa mengabaikan tugasnya sebagai Pemimpin BI Padang. Hampir setiap saat ia "memprovokasi" bank-bank untuk meningkatkan perhatian pada ekonomi syariah. Ia juga telah membina sejumlah koperasi (kelompok) usaha syariah. Di halaman "Ekonomi Syariah"--atas komitmen Pimpinan Padang Ekspres Sutan Zaili Asril--yang memang disediakan khusus oleh Padang Ekspres tiap edisi Jumat, Romeo adalah penulis tetap. Terhitung sejak 1 Mei 2011, Romeo memasuki masa pensiun. "Tapi perhatian dan komitmen saya untuk memajukan ekonomi dan bank syariah, dan Sumatera Barat, tak akan berubah," tegasnya. Dalam dua kali kesempatan wawancara awal pekan ini, Romeo menjelaskan banyak hal tentang ES dan BS, serta apa kegiatannya setelah tak lagi di BI. Berikut kutipannya?

Apa kegiatan Anda setelah tak lagi di BI?

Ya, masih di usaha keuangan. Saya bersama tiga teman, dari Malaysia, Singapura, dan Hongkong telah memulai usaha fund management di Singapura. Orang-orang itu punya dana, kita mengelola saja. Maa ado pitih awak (mana ada uang kita). Ha ha ha.....

Masih ada hubungan ekonomi syariah dan bank syariah?

Pasti! Melalui perusahaan itu, kami sedang dalam proses pengambilalihan sebuah bank di Jakarta. Bank ini nanti akan bergerak sebagai bank syariah, kami menamakannya Green Banking. Insya Allah, kalau sudah jalan, cabangnya akan didirikan di Sumbar, Makassar (Sulsel), dan sejumlah daerah di Indonesia.

Selama beraktivitas memajukan ekonomi syariah dan bank syariah di Sumbar, apakah hasilnya sudah sesuai dengan harapan Anda?

Ya, paling tidak sudah ada tonggak besarnya. Yakni komitmen yang dilakukan Bank Nagari. Tahun 2012 ini mudah-mudahan Bank Nagari dan Bank Nagari Syariah sudah spin off. Sekarang dalam proses. Saya juga usulkan agar Bank Nagari juga buka cabang di Malaysia, agar bisa juga mengadopsi sistem syariah di Malaysia yang sudah maju. Alhamdulillah pemegang saham juga setuju.

Kenapa Bank Nagari disebut tonggak besarnya?

Kalau bank-bank lain, swasta atau milik pemerintah, tujuannya adalah mencari keuntungan. Tidak bisa diharapkan. Memang mereka membuka bank syariah di sini. Tapi kalau tidak untung, mereka akan pindahkan ke daerah lain. Lagi pula perkembangan Bank Nagari itu sangat bagus. Keuntungannya naik sangat signifikan, sampai 350 persen. Semua target yang diberikan pada Bank Nagari tercapai. Kinerja direksi sangat baik. Makanya saya pesan ke pemegang sahamnya (kepala daerah) agar jangan sampai sakali aie gadang sakali tapian barubah. ganti kepala daerahnya, ganti pula direksi. Mereka (direksi) mesti dipertahankan.

Kalau tidak dijaga, tonggak besar ini bisa runtuh. Apa upaya agar tonggak itu menjadi bangunan besar?

Benar! Upaya untuk terus memajukan ekonomi syariah dan bank syariah di Sumbar tak boleh berhenti. Dalam kaitan ini kami juga telah menyiapkan tonggak-tonggak kecil. Ada lima BPR Syariah yang tengah disiapkan.

Cuma, sepertinya untuk memajukan itu tetap harus ada motornya.

Saya pikir Pemimpin Bank Indonesia yang baru tetap akan melanjutkan usaha yang telah kita bangun selama ini. Pak Darmin (Darmin Nasution Gubernur Bank Indonesia), punya perhatian besar terhadap ekonomi dan bank syariah ini. Lagi pula, saya akan tetap bolak-balik Padang-Jakarta-Singapura. Saya akan tetap sering di Padang, membantu memajukan ekonomi syariah dan bank syariah.

Kalau boleh tahu apa sebetulnya cita-cita besar Anda dalam memajukan ekonomi dan bank syariah?

Begini...Saya sangat sedih, ketika ada sebuah bank dengan bangga menyebutkan bawa kredit untuk usaha kecil dan menengah meningkat tajam. Tahu tidak, itu mereka menghisap darah rakyat-rakyat kecil. Sebab, pengusaha kecil dan menengah di Sumbar itu 99 persen ber-margin kecil. Ditambah lagi dengan kredit bank.

Kalau dengan sistem syariah?

Inilah bedanya. Saya takjub sekali ada perusahaan teh di dekat Gunung Kerinci yang telah mengadopsi sistem syariah ini secara benar. Ketika harga teh yang mereka ekspor naik, mereka otomatis menaikkan harga pembelian ke masyarakat. Padahal mereka sangat berpeluang memperoleh untung lebih besar. Saya sempat tanya, kenapa? Mereka jawab, usaha ini maju karena masyarakat juga. Makanya untungnya harus dibagi. Ini konsep syariah yang benar. Konsep syariah itu dengan hati...

Anda juga membina koperasi atau kelompok usaha masyarakat. Bagaimana perkembangannya?

Alhamdulillah, usaha-usaha itu berkembang. Saya membina usaha peternakan sapi, makanan, dan lainnya. Semuanya pakai konsep syariah. Usaha sapi itu ada di Pariaman, Bukittinggi, Agam dan Limapuluh Kota. Ada tujuh koperasi. Total jumlah sapinya sudah sekitar 400 sapi. Mereka ini yang akan terus kita bantu, termasuk kelompok usaha lain. Tapi syaratnya mereka harus jujur.

Bisa dijelaskan bantuan itu.

Awalnya, mesti ada komitmen dari masyarakat yang akan berusaha itu. Buat kelompok dan bentuk koperasi. Setelah itu, mereka harus membuktikan dulu bahwa mereka benar-benar ingin berusaha. Misalnya dalam usaha penggemukan sapi. Caranya, mereka harus upayakan dulu sejumlah sapi yang akan menjadi usaha mereka. Lalu kita pantau. Setelah nampak perkembangannya, dalam dua tahun baru kita bantu. Ada dua cara, pertama kita upakan dari pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM. Lalu melalui bank, dengan konsep syariah. Kalau hitung-hitungan dengan bunga, KUPS (Kredit Usaha Penggemukan Sapi) melalui bank itu, hanya 6 persen setahun. Berarti 3 persen enam bulan, atau per panen (panen/penjualan sapi yang digemukkan 5-6 bulan). Ini jauh lebih ringan dari KUR (Kredit Usaha Rakyat). Tapi kita bantu tidak penggemukan sapi saja, ada koperasi makanan, petani gambir, dan koperasi lainnya.        

Soal UKM ber-margin kecil tadi, bagaimana cara meningkatkan margin-nya?

Masalah ini telah lama jadi perhatian saya dan teman-teman. Saya rajin keliling daerah. Ternyata kondisinya memprihatinkan. Contohnya, sekarang di Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai. Kebetulan saya baru keliling Pesisir Selatan bersama Bupati Nasrul Abit. Bupati menyatakan ingin membuat mall. Lalu saya bilang, dengan apa masyarakat akan belanja. Cindua sajo diago nyo juo (Cendol saja ditawar juga). Saya usulkan, pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat. Artinya ekonomi masyarakat yang harus ditingkatkan dulu. Saya melihat di Pesisir Selatan itu lahan (sawit) dikuasai oleh pengusaha. Bisa nggak, bupati mengalihkan sebagian kepemilikan lahan itu ke masyarakat. Nanti, biar kita bantu dananya. Bupati setuju. Selain itu, saya juga sempat melihat potensi pembangkit listrik mikrohidro. Ternyata bagus. Tapi saya ingatkan, pengelola atau pemiliknya harus masyarakat. Begitu pula di Mentawai. Ada sekitar 24 ribu hektare lahan dikuasai hanya oleh 4 pengusaha. Lahan itu terlantar. Saya bilang, bisa nggak 12 ribu hektare kepemilikan dialihkan ke masyarakat. Soal dananya, biar nanti kita yang bantu. Sekarang saya sedang menunggu, kepastian dari mereka yang mengurus. Tapi saya ingatkan, semua upaya itu harus dilandasi oleh kejujuran.

Kenapa kepemilikan lahan ini yang jadi perhatian Anda?

Saya sudah punya bukti. Selama sumber-sumber ekonomi dikuasai segelintir orang, masyarakat tetap tak akan maju. Daya belinya tak akan meningkat, karena tak ada uang. Kalau pun ada usaha, ya margin-nya sangat kecil. Saya selalu mencontohkan apa yang telah kami lakukan di Mandailing Natal (Sumut). Sebelumnya lahan sawit dikuasai oleh beberapa pengusaha. Tapi sekarang, sudah 5.950 KK (kepala keluarga) yang punya 2-3 hektare sawit. Kenapa di Sumbar tidak bisa? Karena kita biarkan, dan kita tidak membantu masyarakat. Saya dan beberapa teman juga akan buat semacam usaha bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat ini.

Ngomong-ngomong, nama Anda sempat masuk bursa calon gubernur Sumbar. Apa masih berminat di politik?

Pada prinsipnya saya siap mengabdi di mana saja. Asalkan tak dibeli. Ada syarat, beli kapal, beli perahu. Jangankan itu, beli biduak saja saya tidak mau. Sebab kalau jabatan dibeli itu sudah bertentangan dengan yang digariskan Allah. Tidak benar.

Oya, acara perpisahan Anda hari ini diadakan di kandang sapi (Bukik Batabuah, Agam), apa yang hendak ada sampaikan?

Saya hanya tidak ingin perpisahan saya di gedung mewah. Dulu waktu di Medan (saat perpisahan dari Pemimpin BI Medan ke BI Padang), saya mengadakan di lapangan bola. Semua UKM binaan hadir. Mereka menggelar dagangan di lapangan itu. Di Agam nanti, juga ada sejumlah usaha binaan yang akan di-launching. (montosori)

Padang Ekspres • Jumat, 29/04/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar